
Renungan Harian Katolik 18 Januari 2023
Hari Rabu Minggu Biasa II
Kemudian kata-Nya kepada mereka: “Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?” Tetapi mereka itu diam saja.
Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang sekeliling-Nya kepada mereka lalu Ia berkata kepada orang itu: “Ulurkanlah tanganmu!” Dan ia mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya itu.
Markus 3:4-5
Dosa merusak hubungan kita dengan Allah. Namun kekerasan hati bahkan lebih merusak karena melanggengkan kerusakan yang diakibatkan oleh dosa. Dan semakin keras hati seseorang, semakin permanen kerusakannya.
Dalam perikop di atas, Yesus marah kepada orang Farisi. Seringkali nafsu amarah adalah dosa, akibat ketidaksabaran dan kurangnya kasih amal. Namun di lain waktu, nafsu amarah bisa menjadi baik bila dimotivasi oleh cinta orang lain dan kebencian atas dosa mereka. Dalam hal ini, Yesus berduka atas kekerasan hati orang-orang Farisi, dan kesedihan itu memotivasi kemarahan suci-Nya. Kemarahannya yang “suci” tidak menimbulkan kritik yang tidak masuk akal; sebaliknya, itu mendorong Yesus untuk menyembuhkan orang ini di hadapan orang-orang Farisi sehingga mereka akan melembutkan hati mereka dan percaya kepada Yesus. Sayangnya, itu tidak berhasil. Baris berikutnya dari Injil mengatakan, “Orang-orang Farisi keluar dan segera berunding dengan orang-orang Herodian untuk membunuhnya” (Markus 3:6).
Kekerasan hati harus sangat dihindari. Masalahnya adalah mereka yang keras hati biasanya tidak terbuka terhadap kenyataan bahwa mereka keras hati. Mereka keras kepala dan seringkali merasa benar sendiri. Oleh karena itu, ketika orang menderita penyakit spiritual ini, sulit bagi mereka untuk berubah.
Perikop Injil ini memberi Anda kesempatan penting untuk melihat ke dalam hati Anda sendiri dengan kejujuran. Hanya Anda dan Tuhan yang perlu menjadi bagian dari introspeksi dan percakapan batin itu. Mulailah dengan merenungkan orang Farisi dan contoh buruk yang mereka berikan. Dari situ, cobalah melihat diri sendiri dengan penuh kejujuran. Apakah Anda keras kepala? Apakah Anda mengeraskan keyakinan Anda sampai pada titik di mana Anda bahkan tidak mau mempertimbangkan bahwa Anda kadang-kadang bisa salah? Apakah ada orang-orang dalam hidup Anda yang masih berkonflik dengan Anda? Jika salah satu dari ini benar, maka Anda mungkin memang menderita penyakit spiritual dari hati yang mengeras.
Renungkan, hari ini, pada jiwa Anda sendiri dan hubungan Anda dengan orang lain dengan kejujuran sebanyak mungkin. Jangan ragu untuk lengah dan terbuka terhadap apa yang Tuhan ingin katakan kepada Anda. Dan jika Anda mendeteksi kecenderungan sekecil apa pun terhadap hati yang keras dan keras kepala, mohon Tuhan kita masuk untuk melembutkannya. Perubahan seperti ini memang sulit, tetapi imbalan dari perubahan semacam itu tidak terhitung. Jangan ragu dan jangan menunggu. Perubahan pada akhirnya sangat berharga.
Tuhanku yang pengasih, hari ini aku membuka diri untuk pemeriksaan hatiku sendiri dan berdoa agar Engkau membantuku untuk selalu terbuka terhadap perubahan bila diperlukan. Bantu diriku, terutama, untuk melihat kekerasan yang mungkin aku miliki di dalam hatiku. Bantu diriku untuk mengatasi sikap keras kepala, keras hati, dan merasa benar sendiri. Berilah aku karunia kerendahan hati, ya Tuhan, agar hatiku bisa menjadi lebih seperti milikMu. Yesus, aku percaya pada-Mu.
Amin
Renungan Harian Katolik 17 Januari 2023
Renungan Harian Katolik 19 Januari 2023
DATA MONITORING COVID-19 UMAT PAROKI ST ANDREAS TIDAR, MALANG
Silahkan mengisi Form di link ini untuk mendata umat terpapar covid
https://forms.gle/A2ZcCBSzMR9bi7aE7