Santo Albertus de Trapani adalah seorang biarawan karmel, pertapa, mistikus dan pembuat mujizat dari pulau Sicilia Italia. Ia dilahirkan pada tahun 1250 kota Trapani Sicilia. Ayahnya adalah seorang bangsawan bernama Benedictus de’Abbati dan ibunya bernama Joana de Salzi. Pasangan suami istri ini telah menikah selama 26 tahun namun belum juga dikaruniai anak. Karena itu mereka berdoa dengan tekun memohon kemurahan Tuhan, khususnya dengan berdevosi kepada Bunda Maria dari Gunung Karmel, agar mereka dikaruniai anak. Mereka bahkan berjanji akan mempersembahkan anak yang lahir nanti kepada Tuhan jika permohonan mereka dikabulkan. Doa mereka kemudian terkabul dan lahirlah Albertus.
Pada usia delapan tahun, Albertus hendak ditunangankan dengan puteri seorang pangeran. Namun Albertus menolak karena ia sudah berniat masuk biara Karmel. Ia memprotes keputusan kedua orang tuanya dengan berkata : “Sebelum Ayah Bunda memberikan izin kepada saya untuk hidup membiara, saya tidak akan menyentuh makanan maupun minuman!” Dan kedua orang tuanya pun mengalah.
Namun Albertus ditolak masuk biara karena usianya yang masih amat muda. Kepada para pembesar biara Karmel di Trapani, sambil bercucuran air mata Albertus berkata : “ Pater, untuk memberikan bukti pertama dari ketaatan saya, pada saat ini juga saya akan pulang kembali ke rumah.” Dan ia pulang kembali kerumah. Beberapa tahun kemudian ia kembali ke biara tersebut dan menjatuhkan dirinya didepan Prior biara. Kali ini ia diterima. Albertus menerima jubah biara karmel pada tahun 1264. Segera sesudahnya ia membagi-bagikan pakaiannya sendiri kepada orang-orang miskin.
Dalam biara karmel, Albertus menjalani penyangkalan diri dengan keras; dan semakin hari semakin ia tertarik untuk meningkatkan olah-rohani dan mati-raga yang keras ini sampai pada batas ketahanan tubuhnya. Melalui olah-rohani yang keras ini, ia dapat mencapai kesempurnaan kehidupan rohani seperti yang dikehendaki Tuhan bagi semua umatnya.
Meskipun demikian, sebagaimana ciri khas dari seorang yang tinggi kehidupan spiritualnya, Albertus tetap rendah hati. Ketika ia diminta mempersiapkan diri bagi tahbisan imamatnya, ia berkata: “Seorang imam harus suci, sedangkan saya hanyalah seorang yang berdosa besar; ia harus menyerupai matahari yang menerangi orang-orang lain, sedangkan jiwa saya sedemikian lemah, sehingga membutuhkan bantuan yang kuat”. Tetapi, Tuhan telah memilihnya menjadi imam. Maka ia pun ditahbiskan oleh Uskup Agung Messina.
Beberapa tahun kemudian, ia diangkat sebagai provinsial biara karmel, walaupun sudah berusaha menolaknya karena merasa tak layak dibandingkan saudara-saudara karmelitnya.
Kesucian dan kemurnian jiwanya, membuat ia dianugerahi Tuhan kemampuan untuk mengadakan mujizat-mujizat. Albertus tercatat pernah menyembuhkan seorang biarawan yang mengalami radang tenggorokan. Saat terjadi kelaparan di kota Messina, dihadapan penduduk kota, Albertus menggandakan gandum agar mereka semua tidak kelaparan. Ketika terjadi kebakaran, seorang anak berhasil diselamatkan dari kobaran api yang tiba-tiba saja padam setelah Albertus berdoa. Bahkan setelah ia meninggal, ada seorang bedebah yang dengan keji menusuk patung Albertus dan Bunda Maria di tempat ziarah; seketika itu juga si bedebah ini mati disambar petir yang datang entah dari mana. Masih banyak lagi kisah-kisah tentang mujizat yang dilakukan oleh rahib kudus ini. Meskipun Albertus menganggap pujian sebagai jebakan iblis yang dipasang untuk menjerat kesucian manusia, Albertus tidak dapat menghindari sorak-sorai umat yang tercengang setiap kali ia mengadakan mukjizat.
Pada usia 57 tahun, Albertus mendengar bisikan ilahi bahwa akhir hidupnya sudah dekat. Walau kesehatannya masih sangat baik, namun ia meletakkan jabatannya sebagai provinsial dan mengasingkan diri di sebuah biara tua yang hampir menyerupai timbunan reruntuhan akibat perang.
Dalam waktu singkat, keadaan biara yang tak layak dihuni itu menyebabkan kesehatannya merosot tajam. Suatu malam ia memanggil para saudara karmelit-nya di biara Messina dan menyampaikan pesan-pesan terakhirnya agar mereka semua tetap setia pada kaul-kaul kebiaraan dan kepada Tahta Santo Petrus. Kemudian ia meninggalkan dunia fana ini dengan tenang sesudah mengulangi perkataan Yesus menjelang wafat-Nya: “Bapa, ke dalam tangan-Mu, kuserahkan jiwaku!”
Uskup Agung Messina dan Raja Frederik menjemput jenazah rahib suci itu dan dibawa dalam prosesi ke Gereja Katedral untuk disemayamkan di altar utama. Rakyat Sicilia menuntut agar bagi Albertus dipersembahkan “Misa Pengaku Iman”, bukan “Misa Arwah” (Requiem), dan bapa uskup mengabulkannya. Beberapa hari kemudian jenazahnya dimakamkan dalam sebuah kuburan batu di gereja biara Karmel.
Proses kanonisasinya telah diajukan oleh Biara Karmel bersama penguasa dan umat di Sicilia hanya bebearapa saat setelah kematiannya di tahun 1306. Namun proses ini selalu tertunda akibat suasana keruh yang ditimbulkan oleh perang yang berulang-ulang hingga memporak-porandakan Sicilia.
Akhirnya pada tahun 1454, Albertus de Trapani di beatifikasi oleh Paus Nikolaus V dan dikanonisasi oleh Paus Sixtus IV pada tanggal 31 Mei 1476.(QQ)
Sumber : Katakombe.Org