LEGIO MARIA RATU PECINTA DAMAI PAROKI ST.ANDREAS TIDAR
Legio Maria merupakan kelompok kerasulan awam Katolik yang melayani Gereja Katolik secara sukarela.Legio Maria berjuang dibawah panji-panji Santa Maria.Tujuan Legio Maria tercantum dalam buku pegangan Legio Maria, yakni kemuliaan Allah melalui pengudusan anggotanya yang dikembangkan melalui doa dan kerjasama aktif, dibawah bimbingan Gereja, dalam karya Maria dan gereja untuk menghancurkan kepala ular dan meluaskan Kerajaan Kristus.Legio Maria mengupayakan anggotanya menghayati hidup seturut perintah Tuhan dan memancarkan cara hidup saleh dalamlingkungan dimanapun anggotanya berada dengan kerasulan dibawah perlindungan Santa Perawan Maria.
Anggota aktif Legio Maria disebut Legioner, sementara anggota pasif (tidak ikut rapat, hanya turut mendoakan dalam doa-doa khusus) disebut sebagai anggota Auxilier.Tugas utama seorang legioner adalah menghadiri rapat presidium, doa, dan karya-karya kerasulan lain sebagaimana ditugaskan, seperti : mengunjungi orang sakit, membantu tugas paroki, membantu tugas paroki, mengajak umat untuk aktif dalam kegiatan, dll.
Presidium yang ada di Paroki St Andreas Tidar adalah Ratu Pecinta Damai.Legio ini berdiri sejak tahun 1993.Ketua legio, ibu Irma, menjabat sebagai ketua Legio RPD sejak tahun 2009.Legio menjadikannya sebagai warga gereja yang militan.Ia berpesan agar kita berdoa dan merasul, dan semoga makin banyak legioner baru dan lahir presidium baru.
Legio Maria Yang Kukenal – Rm.Dibyo,O.Carm
Sebenarnya sudah sejak lama sekali saya menjadi anggota Legio Maria, yaitu sejak tahun 1956 di kala saya masih duduk di bangku Seminari Menengah di Lawang.Memang karena corak seminari saat itu masih serba tertutup, maka kami para siswa seminari hanya bisa menjadi anggota auxilier.
Baru setelah saya menjadi imam tahun 1966, saya berkesempatan untuk terjun langsung menjadi pendamping satu presidium di Kabanjahe, Tanah Karo.Presidium awal kami itu masih serba ajak dan coba-coba, sampai-sampai Kuria Medan belum mau mengakuinya sebagai presidium yang sebenarnya.Baru presidium embrional, kata mereka.Perpindahan tempat tugas dan jenis tugas memaksa saya untuk meninggalkan Legio Maria.Betapa tidak, saya mendapat tugas di paroki yang bergunung-gunung, karena memang terletak di punggung Bukit Barisan, di satu kecamatan kecil bernama Tigalingga.Saat itu saya bertugas secara rutin menyambangi 26 kampung yang semuanya harus saya lewati jalan kaki sepanjang jalan tikus.
Setelah dipuaskan mengembara dari kampung yang satu ke kampung yang lain, saya ditempatkan di Biara Karmel, di Batu, bersama para calon imam, dan saya sebagai kepala rumahnya.Sekali lagi, suasana biara yang serba tertutup membuat saya tak mungkin bersentuhan dengan Legio Maria.Ini berlangsung hingga tahun 1981, saat saya ditugaskan menjadi pastor paroki ijen.
Saat itu di Paroki Ijen ada dua presidium : presidium Immaculata (ibu-ibu) dan presidium Rumah Kencana (bapak-bapak).Saat itu saya sendirian bertugas di Paroki Ijen, tanpa pastor rekan.Saya dan Dewan Paroki saat itu merasa terbantu dengan kegiatan kedua presidium ini, karena kecuali mereka melakukan tugas-tugas rutin Legio, mereka juga aktif dalam seksi-seksi parokial, khususnya dalam seksi pewartaan dan seksi liturgi.
Dengan tekun mereka mengadakan acara mempelajari Buku Pegangan Bersama, baik untuk kepentingan mereka sendiri maupun untuk menjadikan diri mereka sendiri mendewasa dalam menggereja, tidak terlalu paternalistis, karena mereka mampu berinisiatif sendiri dalam membangun diri sendiri dan gereja lokal.Saya masih ingat nasehat Mgr.Hadisoemarto, yang menganjurkan saya untuk tidak perlu selalu mendampingi mereka, demi pendewasaan mereka.Memang benar nasehat itu.Seiring proses pendewasaan mereka dalam Kristus, seperti yang diuraikan Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Efesus (Ef 4:13), para legioner semakin berani mengambil inisiatif, khususnya dalam menentukan pilihan jenis dan karya kerasulan mereka.Misalnya, siapa yang harus dikunjungi dan alasan kunjungan yang akan mereka lakukan serta melihat kemungkinan-kemungkinan baru.
Satu contoh yang senantiasa melekat pada ingatan saya, adalah ketika Presidium Rumah Kencana mengusulkan untuk mengadakan eksplorasi ke Perumahan Tidar, yang saat itu masih merupakan kawasan baru berkat pembangunan jembatan baru.Singkat kata, berkat ketekunan mereka untuk menemukan keluarga-keluarga baru di kawasan itu, kini telah berdiri Paroki Santo Andreas, lengkap dengan segala penunjangnya.Tugas Romo pembimbing hanyalah melemparkan satu dua ide, dan mereka yang melaksanakannya.
Pengalaman semacam inilah yang membuat saya selalu mencari relasi dengan Legio Maria di tempat-tempat dimana saya ditugaskan setelah Paroki Ijen : Kayutangan, Jakarta, bahkan Roma-Italia dan terakhir di Paroki Tidar (2013-sekarang).
Kekuatan dan sekaligus keindahan Legio Maria adalah kesadaran para Legioner untuk merasul bersama Bunda Maria sendiri untuk Puteranya Yesus Kristus.
Sumber : Buku Kenangan HUT 20 Paroki Tidar Malang