GERAKAN HARI PANGAN SEDUNIA 2022 – KWI
Hari Pangan Sedunia bermula dari Sidang Umum Food and Agriculture Oganization (FAO) ke-20, Nopember 1976 di Roma. Salah satu hasil keputusan sidang tersebut adalah dicetuskannya resolusi No. 179 mengenai World Food Day (Hari Pangan Sedunia).
Resolusi disepakati oleh 147 negara anggota FAO. Sejak tahun 1981, setiap tanggal 16 Oktober dunia memperingati sebagai Hari Pangan Sedunia (HPS), yang bertepatan dengan tanggal berdirinya FAO. Tujuan dari peringatan HPS tersebut adalah untuk meningkatkan kesadaran dan perhatian masyarakat internasional akan pentingnya penanganan masalah pangan baik di tingkat global, regional, maupun nasional.
Tahun 1982, Konferensi Wali Gereja Indonesia (dahulu masih bernama Majelis Agung Wali Gereja Indonesia) mengambil bagian secara aktif dalam peringatan dan perayaan HPS, baik di tingkat nasional maupun di tingkat keuskupan. Gerakan HPS Gereja Katolik Indonesia menjadi salah satu aktualisasi iman kristiani dalam menghargai pangan yang sehat, memuliakan lingkungan hidup yang lestari dan menghormati petani yang menyediakan bahan pangan.
Secara khusus peringatan HPS Gereja Katolik Indonesia dijadikan sarana untuk membangkitkan solidaritas dan menghimpun daya untuk ikut mengatasi situasi rawan pangan yang terjadi di berbagai tempat di wilayah tanah air yang menimbulkan penderitaan di kalangan masyarakat secara umum.
Gerakan HPS Gereja Katolik berangkat dari iman yang dirayakan dan diwujudkan dalam realitas dunia. Realitas dunia ini sesungguhnya adalah Allah, manusia dan ciptaan lain yang disatukan oleh Kekuatan Ilahi – Roh Allah sendiri – yang merupakan sumber yang menghidupkan dan sekaligus yang menjaga keberlangsungan realitas tersebut. Melalui kontemplasi atas realitas ini, manusia dipanggil untuk menemukan dan menyadari cinta Allah dalam diri manusia dan ciptaan lainnya.
Iman inilah yang akan menjiwai dan menggerakkan pelayanan HPS Gereja Katolik berkaitan dengan kecukupan, ketersediaan, dan keberlangsungan pangan yang sehat bagi hidup manusia. Dengan demikian, melalui gerakan HPS, Gereja mampu menumbuhkan dan mengembangkan kesadaraan akan pencitraan kembali kehadiran Allah dalam tata kelola pangan di dunia.
Oleh karena itu, untuk semakin melibatkan, mengembangkan dan mencerdaskan dalam ber–HPS, Bulan Oktober dijadikan momentum bersama seluruh umat dan masyarakat untuk membangun Gerakan HPS. Salah satu gerakan nasional yang dibangun melalui peringatan dan perayaan HPS Gereja Katolik adalah pengumpulan dana solidaritas HPS dari keuskupan-keuskupan.
1. Membangkitkan kesadaran dan meningkatkan gerakan umat dan masyarakat terhadap pelestarian sumber daya pangan, tata olah tani yang mampu menyediakan bahan pangan yang sehat, aman, merata dan berkelanjutan, demi kesejahteraan dan keberlangsungan hidup manusia dan keutuhan ciptaan-Nya.
2. Memberikan penghargaan dan penghormatan kepada petani.
3. Membangun kesetiakawanan sosial di bidang pangan.
4. Menjadikan Bulan Oktober menjadi “Bulan Gerakan HPS”.
Sasaran gerakan HPS adalah terbangunnya kesadaran umat dan masyarakat untuk mengembangkan sikap hormat dan tindakan murah hati, mentalitas hidup untuk berbagi, dan kedekatan hati untuk menempatkan seluruh alam ciptaan sebagai sahabat dan saudara yang saling menghidupi satu sama lain.
Program Gerakan HPS yang mendapat prioritas bantuan dana penyertaan solidaritas HPS Nasional meliputi beberapa aspek kegiatan, yaitu:
A. Kualitas Sumber Daya Manusia
1. Kegiatan pengumatan spiritualitas HPS Gereja bagi perangkat pastoral Gereja di tingkat keuskupan, paroki, dan lingkungan.
2. Peringatan/perayaan dan peragaan HPS yang bermutu edukatif.
3. Kegiatan penyadaran moral mengenai substansi dan esensi pangan bagi kehidupan manusia dan keberlangsungan seluruh ciptaan.
4. Peningkatan kemampuan di bidang teknis mengenai pengelolaan dan pengolahan sumber daya pangan.
B. Membangun Sumber Daya Pangan
1. Penyadaran moral dan praktek sistem pertanian organik dalam upaya keberlangsungan keutuhan ciptaan.
2. Kegiatan pembuatan kompos dari sampah hijau rumah tangga, hijauan daun, kotoran ternak, dan lain sebagainya.
3. Kegiatan penghijauan daerah-daerah resapan air, membuat lubang-lubang biopori, melakukan terasering dan sebagainya.
4. Pelestarian benih lokal (tanaman, ternak, dan ikan) meliputi pembuatan lumbung benih, pelestarian benih, dan penangkaran benih lokal.
C. Budaya Pangan Lokal
1. Kegiatan budidaya tanaman umbi-umbian, pembuatan dan pengolahan pangan dari bahan pangan non beras, dan pengelolaan paska panen bahan pangan non beras.
2. Penyadaran dan peningkatan pengetahuan tentang gizi dan teknik pengolahan pangan dalam membangun budaya pangan lokal.
D. Lumbung Pangan
1. Pengoptimalan pemakaian lahan pekarangan sebagai lumbung pangan untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
2. Pembentukan lumbung pangan dalam kelompok-kelompok tani.
E. Cinta Lingkungan
1. Meningkatkan kapasitas daya dukung lingkungan hidup bagi kehidupan yang berkelanjutan (Misalnya : aksi menanam pohon, memanfaatkan lahan kosong untuk bercocok tanam, kebun sekolah, aksi hemat air dan hemat energi dan sebagainya).
2. Kegiatan penyadaran cinta lingkungan hidup bagi anak-anak dan kaum muda.
F. Jaringan Pangan
1. Membangun kerja sama kolaboratif dengan semua pihak yang berkepentingan dengan pangan (swasta, pemerintah dan LSM).
2. Pengorganisasian dan penguatan kelompok-kelompok tani.
3. Membangun pusat informasi pangan dan pasar alternatif.
G. Kewirausahaan Pangan
1. Mengembangkan kemandiran pangan masyarakat melalui usaha pertanian, peternakan, dan perikanan.
2. Mengelola, mengolah dan membuat makanan dari bahan-bahan makanan non beras.
Umat bersama masyarakat dapat mengajukan permohonan dana penyertaan solidaritas HPS Nasional kepada Panitia HPS Nasional. Panitia HPS Nasional mengadakan rapat alokasi dana solidaritas HPS empat kali dalam satu tahun, yaitu Bulan Maret, Juni, September dan Desember.
Surat permohonan dialamatkan kepada “Panitia HPS Nasional d.a. Komisi PSE KWI, Jalan Cut Meutia No. 10 Jakarta Pusat 10340”. Prasyarat untuk mendapatkan bantuan dana penyertaan solidaritas HPS adalah sebagai berikut :
a. Program yang diajukan sesuai dengan maksud, tujuan dan sasaran Gerakan HPS.
b. Bantuan dana penyertaan solidatiras HPS Nasional maksimal sebesar Rp. 20.000.000,- dan diprioritaskan bagi pengembangan kelompok.
c. Pemohon memiliki sumber dana swadaya 25% dari keseluruhan biaya program.
d. Usulan program kegiatan ditandatangani oleh pemohon, diketahui oleh lembaga yang bertanggung jawab dalam melaksanakan program kegiatan (paroki, lembaga pastooral keuskupan, lembaga pendidikan formal, yayasan) dan mendapat persetujuan/rekomendasi dari Ketua Komisi PSE Keuskupan setempat.
e. Bila permohonan dikabulkan, maka pemohon harus menandatangani surat pernyataan menerima bantuan.
f. Permohonan dibuat dalam tiga rangkap: lembar asli di tujukan ke Panitia HPS Nasional, satu lembar untuk arsip Komisi PSE Keuskupan setempat, dan satu lembar untuk arsip ekonomat keuskupan setempat.
g. Pelaporan pelaksanaan dan hasil program kegiatan dilakukan segera sesudah program dilaksanakan, menurut format laporan yang disediakan.
1. Nama program :
2. Tanggal pengajuan permohonan :
3. Lokasi :
4. Nama pemohon :
Alamat pemohon :
5. Penanggung jawab program :
Alamat :
6. Nama lembaga penanggung jawab :
Alamat :
7. Uraian tentang program :
a. Latar belakang
b. Tujuan dan sasaran
c. Kelompok sasaran
d. Dampak program bagi lingkungan sekitar
e. Cara kerja
f. Indikator keberhasilan program
g. Anggaran biaya
h. Diusulkan oleh
Format Laporan Program Kegiatan Pemberdayaan yang dibantu (dibiayai) oleh Dana Penyertaan Solidaritas HPS Nasional:
1. Informasi Umum Mengenai Program Pemberdayaan
a. Nama Program
b. Nama Pemohon/Pelaksana
c. Penanggungjawab Program
d. Lokasi Pelaksanaan Program
e. Tanggal Program dimulai
f. Tanggal Program diharapkan selesai
g. Jumlah Dana yang dikeluarkan
2. Pencapaian dan Analisa Program
2.1. Dampak/perubahan jangka panjang yang diharapkan dari program
Dituliskan dalam dua atau tiga kalimat berdasarkan tujuan umum dari rencana program kegiatan yang sudah ditetapkan.
2.2. Apa yang sudah berubah untuk kelompok (masyarakat)?
• Perubahan yang bisa dicatat adalah perubahan fisik (dari belum ada menjadi ada, dari rusak menjadi betul, dari ketidakteraturan menjadi teratur, atau bisa dijelaskan juga mengenai perubahan pemahaman, sikap hidup, atau siapa yang dapat manfaat sampai saat ini.
• Ada bukti/ data apa? baik kalau ini bisa termasuk bentuk tabel misalnya, data pendapatan/penghasilan atau mengenai penggunaan fasilitas baru, atau luasan pemanfaatan lahan, jumlah orang yang memanfaatkan, dll.
• Apakah ada dampak di luar dugaan (yang tidak tertulis dalam proposal), baik positif maupun negatif?
2.3. Ada perubahan konteks atau desain program?
• Apakah ada perubahan konteks? Misalnya, resiko baru, kesulitan baru, kondisi sosial–ekonomi baru, dll.
• Apakah ada perubahan di tingkat kegiatan, metode, sistem pengelolaan program, anggaran, dll.?
• Kalau iya, siapa yang terlibat memutuskan perubahan desain ini, kenapa perubahan ini dipilih, dan apakah sudah ada hasilnya?
2.4. Hambatan pelaksanaan progam
• Menjelaskan hambatan-hambatan yang sudah dialami
• Langkah-langkah apa yang diambil untuk mengatasi hambatan dan mengurangi resiko terjadinya hambatan, apakah langkah ini berhasil?
2.5. Bagaimana dampak program ini akan berkelanjutan?
• Meringkaskan kontribusi dari kelompok (masyarakat) atau lembaga lokal sebagai bukti komitmen.
• Kalau dampaknya adalah ilmu pengetahuan, maka hal ini tidak akan hilang. Namun kalau dampak itu adalah ‘sesuatu’ yang perlu modal (misalnya sistem yang memakai fasilitas yang nanti mungkin akan rusak), atau yang tergantung kepada komitmen/keahlian satu sampai dua orang saja, atau kalau itu berupa fasilitas lahan, bagaimana sistem ini bisa berjalan terus?
2.6. Pembelajaran apa yang didapat dari program ini
Ada pembelajaran apa dari program ini yang bisa dipakai di masa mendatang? Hal ini bisa berupa ajaran sosial (Gereja), teknis, atau mengenai topik lintas bidang (misalnya agama, lingkungan, gender, dll) yang dapat dibuat bersama.
(Sumber: Komisi PSE KWI)